Ada 3 bank di kategori BUKU 3 yang menarik buat saya pribadi, Bank Bukopin (BBKP), Bank Permata (BNLI) dan Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN).
Dari ketiga bank ini, BTPN memiliki NIM paling tinggi di kategori ini (per 1H 2017 NIM 11.8%) dan mungkin yang tertinggi diantara seluruh bank yang terdaftar. Di sisi lain CoF BTPN juga tinggi, menurut research dari Danareksa sekitar 6.1%. Tapi jika dihitung selisihnya masih sangat baik dibandingkan bank lain. Gross NPL juga salah satu yang terendah (0.89% pada 1H2017) karena struktur kredit yang 61% diberikan kepada pensiunan.
BTPN berdiri pada tahun 1958 dengan nama Bank Pegawai Pensiunan Militer (Bapemil). Tahun 1986, Bapemil berubah nama menjadi BTPN. Pada tahun 2008, TPG Nusantara mengakuisisi saham mayoritas BTPN sebesar 71.6% melalui proses IPO. Pada tahun 2013, Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) mengakuisisi 24.3% saham BTPN dari TPG Nusantara. Tahun 2014, SMBC menambah kepemilikan BTPN dan menjadi pemegang saham utama dengan 40% saham. Tahun 2015, BTPN secara resmi meluncurkan program BTPN WOW dan pada tahun 2016 BTPN meluncurkan program Jenius.
Salah satu aspek yang membuat saya tertarik kepada BTPN adalah dari sisi comparative valuation BTPN relatif murah, dengan PBV 0.84 dan ROE 10.31%.


BTPN adalah salah satu market leader di digital bank dengan program Jenius dan BTPN WOW. Per 9M2017, BTPN Wow! memiliki 4.3 juta pengguna (69% adalah pengguna aktif) dan 200,000 agen. Sementara itu, Jenius memiliki 359,000 pengguna terdaftar, jumlah ini masih jauh dari target 2017 yaitu 1 juta pengguna terdaftar. Sumber: Value in Indonesia’s Leading Digital Bank – BTPN
Dari sisi manajemen saya menilai management BTPN sangat baik. Direktur Utama BTPN Jerry Ng menjabat sejak Juli 2008, selama periode itu asset BTPN naik dari hanya sekitar Rp 10 T menjadi hampir menembus Rp 100 T.

Di periode yang sama juga, jumlah pendapatan BTPN naik dari sekitar Rp 2.5 T menjadi Rp 14 T.

Tapi BTPN juga memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan BTPN adalah di bidang penyaluran kreditnya, untuk segmen pensiunan sendiri sudah cukup saturated, sedangkan di segmen mikro dan SME persaingannya sangat ketat. Di sisi lain pendanaan mereka juga kurang bagus dengan LDR 96%.
Operational cost mereka juga cukup tinggi diantara bank BUKU 3 lain, sekitar 40% dari pendapatan. Jika dibandingkan dengan top 3 bank di Indonesia, Net Profit Margin (NPM) BTPN masih tertinggal.

Meskipun begitu jika dibandingkan dengan beberapa bank BUKU 3 lainnya, NPM BTPN masih bisa dibilang cukup baik.

Mengacu pada research dari Danareksa pada bulan November, pada kuarter ke-4 ini BTPN sedang restrukturisasi untuk mengurangi biaya ini yang berakibat akan ada one off lost sekitar Rp 700 Milyar.
Dari sisi investor, untuk memiliki saham BTPN juga cukup sulit karena tidak likuidnya perdagangan saham BTPN walaupun kepemilikan publik BTPN mencapai 28.43%.
Overall saya menilai untuk saat ini BTPN menarik. Karena mereka punya competitive advantage di segmen pensiunan dan digital banking. Untuk kekurangan BTPN sendiri, dari sisi biaya mereka sudah mulai memperbaiki sedangkan dari sisi kredit dan pendanaan semoga dengan adanya program digital banking mereka bisa menemukan cara memperoleh pendanaan dan segmen kredit lain.
Untuk dari valuasinya, berikut hasil perhitungan saya menggunakan beberapa metode:

Jika di rata-rata, valuasi wajar BTPN ada di sekitar Rp 3450, valuasi ini cukup menarik dengan harga BTPN saat ini di Rp 2540.
Beberapa artikel tambahan terkait BTPN:
Value in Indonesia’s Leading Digital Bank – BTPN
BTPN Research Danareksa November 2017
Analisa perusahaan saya yang lain:
Waskita Karya – The Integrated Construction Company
Indah Kiat Pulp & Paper – Promising or Not?
Adira Dinamika Multi Finance: Dividend Play
6 Reasons To Buy Ultrajaya (ULTJ)
Jasa Marga (JSMR): Bargain Stock
Agung Podomoro Land (APLN): Good or Bad?
Asuransi Dayin Mitra (ASDM): Continuously Growing Since 2008
Soechi Lines (SOCI): Calm Ocean Ahead
Matahari Department Store (LPPF): The Best Company Listed in IDX